Thursday, May 26, 2011

8 Kebohongan Seorang Ibu

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak
laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja,
seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya
untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata:
"Makanlah nak, Ibu tidak lapar" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika aku mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu
senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari
ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk
petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan
mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, Ibu duduk
disampingku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang
yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu
seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan
memberikannya kepada ibuku.
Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata:
"Makanlah Nak, Ibu tidak suka makan ikan" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG
KEDUA

Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah kakakku, ibu pergi
ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel. Dari
hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan
hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat
ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan
pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata :"Ibu tidurlah, sudah
malam, besok pagi ibu masih harus kerja." Ibu tersenyum dan berkata:
"Cepatlah tidur nak, Ibu tidak Capek" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG
KETIGA

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi
ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, Ibu yang
tegar dan gigih menungguku di bawah terik matahari selama beberapa jam.
Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan
segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol
yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan
dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri
peluh, aku segera memberikan gelasku untuk Ibu sambil menyuruhnya minum.
Ibu berkata:
"Minumlah nak, Ibu tidak haus!" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap
Sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, Dia
harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kami pun
semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat Kondisi
keluarga yang semakin parah, Ada seorang paman yang baik hati yang
tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun
masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita
yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk Menikah lagi.
Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka,
Ibu berkata:
"Saya tidak butuh cinta" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA
Setelah aku dan kakakku semuanya bekerja, ibu yang sudah tua sudah
waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau , Ia rela untuk pergi ke pasar
setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kakakku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk
membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima
uang Tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata:
"Ibu masih punya uang" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian
Memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika. Berkat
sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di
perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa
ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati,
bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, Ibu berkata kepadaku
"Ibu tidak terbiasa" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit Kanker Lambung,
harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang Samudera
Atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk Ibunda tercinta. Aku
melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya Setelah menjalani operasi.
Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan.
Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit
yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menggerogoti
tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku sambil
menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali
melihat ibuku dalam kondisi seperti Ini. Tetapi ibu dengan tegarnya
berkata:
"Jangan menangis anakku, Ibu tidak sakit" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG
KEDELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup
matanya untuk yang terakhir kalinya.
Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa
tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : "Terima kasih Ibu"

Coba dipikir-pikir, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu
kita?
Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang
dengan ayah ibu kita?
Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai
beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian.
Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah.

Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar
kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia
sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita.

Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita?
Cemas apakah ortu kita sudah makan atau belum?
Cemas apakah ortu kita sudah bahagia atau belum?
Apakah ini benar?
Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi..

Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu kita,
lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di kemudian
hari.
Sumber: dari milis
Gambar diambil dari: fiksi.kompasiana.com

No comments: